Friday, January 21, 2011

MAKALAH EFEKTIFITAS METODE SOROGAN DI PONDOK PESANTREN SIROJUL MUKHLASIN II, MTS – MA YAJRI PAYAMAN


MAKALAH
EFEKTIFITAS METODE SOROGAN
DI PONDOK PESANTREN SIROJUL MUKHLASIN II,
MTS – MA YAJRI PAYAMAN
OLEH : ADE LISTIYANTO




UNIVERSITAS TIDAR MAGELANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Kata Pengantar
Bismillahirrohmanirrohim, Alhamdulillah, Puji syukur Penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat dan pertolongan-Nya Penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Efektifitas Metode Sorogan Di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II,Mts – Ma Yajri Payaman. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama semester I. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya, terlebih kepada Drs.H.Zubaidi,M.A selaku Dosen pembimbing mata kuliah pendidikan agama semester 1 FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tidar Magelang. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua, amien.
Magelang, 15 Januari 2010
Penyusun,
( Ade Listiyanto )
Daftar Isi
Halaman Judul ……………………………………………………….... i
Kata Pengantar ……………………………………………………….... ii
Daftar Isi ……………………………………………………………….. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin,
dan II MTs – MA Yajri Payaman .................................................... 3
B. Metode dan Sistem Pembelajaran
Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin,
dan II MTs – MA Yajri Payaman .................................................... 4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 9
B. Saran …………................................................................................ 9

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu wilayah perhatian (area of concern) para pemikir dan aktivis Muslimin di seluruh dunia Islam. Para pemikir dan aktivis islam tidak hanya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam, lebih dari itu juga berusaha mentransformasikan dan mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan tradisional menjadi lembaga pendidikan yang bercorak modern. Sebagai contoh, di mesir Muhammad Abduh berusaha mentransformasikan ilmu-ilmu modern ke dalam Universitas Azhar Dapat dikatakan bahwa sejak awal abad ke-19 sampai awal abad ke-20 hampir seluruh dunia Islam menyaksikan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan islam bercorak modern.
Tidak terkecuali di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam. Pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan tradisional di Indonesia berlomba – lomba “memodernkan” dirinya, dimaksudkan sebagai kesiapan Pesantren dalam menghadapi tantangan dan tuntutan zaman yang semakin maju dan modern.
Pemakalah berusaha menyadari dan mempelajari permasalahan di atas terkait latar belakang pendidikannya adalah pesantren. Pada makalah ini Pemakalah mengambil 3 (tiga) lembaga pendidikan islam, yaitu Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II (PPSM II) , Mts – MA Yajri Payaman, sebagai bahan kajiannya dikarenakan 3 (tiga) lembaga tersebut menjadi ladang ilmu baginya. Berdasarkan rumusan masalah makalah ini Pemakalah akan membahas permasalahan dalam pembelajaran (pendidikan) agama yang berlangsung pada 3 (tiga) lembaga tersebut diatas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Efektifitas pembelajaran di MTs – MA Yajri, Pondok Pesantren Sirojul mukhlasin II (PPSM II) ?
2. Apa yang dimaksud metode Sorogan dan moving class yang diterapkan pada tiga lembaga tersebut ?
C. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Pendidikan Agama.
2. Mempelajari dan Mengoreksi pembelajaran “sorogan” ala pesantren.
BAB II
PEMBAHASAN
Pesantren merupakan Lembaga Pendidikan dan pengajaran Islam dimana di dalamnya terjadi interaksi antara ustadz sebagai Guru (pengajar) dan para santri sebagai siswa (peserta didik) dengan mengambil tempat di masjid atau pondok (asrama) untuk mengkaji dan membahas buku – buku teks keagamaan karya ulama’ masa lalu. Madrasah Tsanawiyah – Aliyah adalah dua lembaga pendidikan formal yang basicnya adalah agama islam.
A. MTs – MA Yajri Payaman dan Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II (PPSM II)
Ketiganya merupakan 3 (tiga) lembaga islam yang berada dalam 1 (satu) Yayasan, yaitu Yayasan Bhakti Yajri. Tiga lembaga tersebut saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain. Secara vertikal, perjenjangannya adalah MTs dilanjutkan ke tingkat MA sedangkan pesantren yang ada sebagai fasilitas yang menunjang kegiatan pembelajaran kedua madrasah tersebut.
Walaupun lembaga pendidikan ini terbuka untuk umum, peserta didik dalam madrasah ini didominasi oleh siswa yang mukim di pesantren, atau disebut siswa – santri. Jadi dapat dikatakan bahwa kegitan pada 3 (tiga) lembaga ini tidak pernah berhenti karena secara garis besar pembelajaran dan pengajaran di pesantren berlangsung 24 jam, walaupun tidak dalam kondisi formal. Pola tersebut dikenal juga dengan istilah “Boarding School”, yakni kegiatan pendidikan dan pengajaran yang menyatu dan terpadu dengan tempat tinggal peserta didik. Dalam kondisi formal – Madrasah Guru beserta stafnya menjadi fasilitator kegiatan belajar mengajar (KBM), dalam pesantren Ustadz dan Pengurus menggatikannya
B. Metode dan Sistem Pembelajaran MTs – MA Yajri Payaman dan Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II (PPSM II)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa pesantren Sirojul Mukhlasin II (PPSM II) sebagai penunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada 2 (dua) lembaga pendidikan disampingnya, yaitu MTs – MA Yajri, bahkan peran dan kedudukan Pon-Pes Sirojul Mukhlasin II sangat berpengaruh pada pelaksanaan Pendidikan keduanya. Misalnya dari segi metode pembelajaran. Sebagai Lembaga pendidikan yang terkesan “tradisional” pesantren memiliki ciri khas pada metode yang digunakan, yaitu metode Sorogan. Secara singkat, sorogan berarti memprioritaskan kemampuan dan kompetensi peserta didik dalam menguasai materi. Jadi metode sorogan merupakaan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik yang lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan (individu) peserta didik di bawah bimbingan Guru (Pembimbing).
Dalam realisasinya, peserta didik (dengan mandiri atau berdasarkan intruksi Pembimbing) membentuk kelompok kecil (4 – 5 anak / kelompok) dengan membawa modul materi yang akan dipelajari dengan Guru. Sebelum kelompok tersebut menghadap Guru, mereka terlebih dulu mempelajari materi secara mandiri ataupun secara diskusi. Ketika kelompok tersebut menghadap Guru, Guru tidak langsung menyampaikan / menerangkan materi tetapi menguji dulu hasil belajar mandiri siswa untuk mengetahui kompetensi yang sudah dicapainya. Setelah Guru mengetahui pencapaian siswa terhadap materi barulah ia menerangkan materi sesuai dengan kompetensi siswa. Jadi metode ini sangat menuntut peserta didik untuk aktif.
Dalam beberapa aspek, metode ini lebih baik dari metode klasikal antara lain dari segi pencapaian peserta didik. Dengan metode ini kompetensi peserta didik akan lebih terjamin karena seorang Guru harus benar – benar memperhatikan serta mengetahui kompetensi masing – masing individu dalam kelompok. Karena syarat peserta didik untuk melangkah pada materi selanjutnya adalah harus mampu menguasai materi yang dipelajarinya maka tolak ukur dari kompetensi tersebut juga tidak hanya berdasarkan nilai hasil evaluasi / ulangan saja tetapi juga berdasarkan pengamatan Guru terhadap peserta didik ketika peserta didik tersebut maju menghadap Guru. Untuk evaluasi dalam sistem sorogan juga tidak hanya secara tertulis saja tetapi juga secara lisan (munaqosah). Menurut saya, yang seperti itulah kompetensi yang bisa menjamin hasil dari apa yang telah diperoleh siswa dalam belajar. Sedangkan untuk evaluasi sistem klasikal dan tertulis saya rasa kurang efektif untuk mengetahui pencapaian siswa yang sebenarnya.
Karena hubungan yang sangat kohesif dan juga interdependensif antara Pesantren dan Madrasah itulah metode sorogan diterapkan tidak hanya pada pesantren saja tetapi juga dalam pembelajaran di Formal-Madrasah yang pada madrasah – madrasah lain umumnya menggunakan metode klasikal. Sehingga untuk kegiatan belajar mengajar pada MTs – MA Yajri diterapkan kurikulum Moving Class.
Tidak hanya metode PPSM II saja yang berimbas pada madrasah ini, bahkan beberapa materi yang menjadi “menu sajian” di pesantren juga disajikan melalui Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada 2 (dua) Madrasah ini. Jadi pendidikan agama tidak hanya pada pesantren saja melainkan juga pada pembelajaran formal-madrasah. Sebagaimana pesantren salaf pada umumnya materi – materi agama disini juga berpedoman pada karya Ulama’ kuno yaitu kitab kuning, tidak menggunakan buku paket. Sebagai contoh, mata pelajaran Fiqih yang pada sekolah / madrasah pada umumnya menggunakan buku paket yang disususn oleh Kementrian Agama tetapi pada MTs – MA Yajri tidak, melainkan menggunakan kitab Taqrib karya Syech Abu Syuja’. Demikian juga mata pelajaran Alqur’an dan hadist, untuk mata pelajaran al qur’an, Alquran terjemah sebagai modul pembelajarannya dan Kitab hadist “Mukhtarul ahadist” sebagai modul mata pelajaran Hadist. Namun untuk efisiensi dan praktisi beberapa mata pelajan sudah membuat dan menggunakan modul khusus untuk mendukung pembelajaran sesuai dengan RPP ataupun Silabus yang ada.
Sampai saat ini, metode sorogan yang sudah diterapkan selama 7 tahun pembelajaran pada MTs – MA Yajri masih terus mengalami penyempurnaan. Walaupun belum 100% efektif sebagaimana yang dikehendaki namun sudah memperlihatkan bukti yang signifikan terhadap kemajuan dan perkembangan dua Madrasah ini. Salah satu bukti riil yang menunjukan perkembangan madrasah ini antara lain adalah Madrasah Tsanawiyah mampu mendapat akreditasi A dari team akreditasi Nasional dan angka presentasi kelulusan siswa pada 2 tahun terkhir mencapai 100% lulus. Prestasi lain yang diperoleh sejak menggunakan metode sorogan adalah setiap tahun kelulusan Madrasah Aliyah selalu ada siswa yang mendapatkan beasiswa melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang merupakan program tingkat nasional.
Menyesuaikan metode yang digunakan, MTs – MA Yajri tidak menggunakan kurikulum KTSP, tetapi menerapkan kurikulum Moving class. Moving class merupakan sistem belajar mengajar yang bercirikan siswa yang mendatangi pendamping (Guru) di kelas. Konsep Moving Class mengacu pada pembelajaran kelas yang berpusat pada anak untuk memberikan lingkungan yang dinamis sesuai dengan bidang yang dipelajarinya. Dengan moving class, pada saat mata pelajaran berganti maka siswa akan meninggalkan kelas menuju kelas lain sesuai mata pelajaran yang dijadwalkan, jadi siswa yang mendatangi pendamping / Guru, bukan sebaliknya. Jadi kurikulum moving class sangatlah sesuai dengan metode sorogan, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pembelajarannya menitik beratkan pada peserta didik, Guru dan sarana hanya sebagai fasilitator pendukung. Keunggulan sistem ini adalah para siswa lebih mempunyai waktu untuk bergerak, sehingga selalu segar untuk menerima pelajaran.
Namun, tiada gading yang tak retak. Pada PPSM II, MTs – MA Yajri pelaksanaan sisten diatas (metode sorogan dan moving class) disamping banyak mengalami perkembangan terdapat juga banyak kendala yang terjadi yang menjadi kelemahan dari sistem tersebut. Diantaranya yaitu fasilitas / sarana – prasarana yang dimiliki satuan pendidikan ini, terutama ruang kelas. Minimnya ruang kelas (untuk standar moving class) menjadi kendala utama yang menghambat kelancaran proses KBM. Sampai saat ini selain berusaha menambahkan ruang kelas pihak madrasah juga menggunakan alternatif lain yaitu dengan melakukan KBM di luar kelas (out door), walaupun ada kemungkinan konsentrasi pesrta didik akan terganggu lingkuangan tetapi pembelajaran di luar ruangan membuat pikiran peserta didik lebih segar (fresh) sehingga tidak merasa jenuh.
Selain permasalah sar-pras, yang menjadi kendala kurang efektifnya pembelajaran dengan sistem sorogan adalah tingkat kesadaran peserta didik terhadap ketertiban dan keaktifan mereka dalam belajar. Faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap kelancaran pembelajaran, khusunya untuk metode sorogan. Dimuka sudah disebutkan bahwa sorogan menitik beratkan peserta didik sebagai individu yang aktif. Dapat disimpulkan bahwa kunci utama dari kusuksesan sistem ini terletak pada peserta didik. Kepribadian siswa yang masih labil mengakibatkan minimnya kesungguhan dalam belajar. Ketika anak sudah tidak sungguh – sungguh dalam belajar dia akan mudah untuk tidak mengikuti KBM, padahal dengan sistem ini pengawasan Guru terhadap anak kurang ekstra sehingga anak – anak kurang terkontrol. Kurangnya pengawasan tersebut selain karena Guru terkonsentrasi dengan kelompok yang sedang menghadap juga karena tidak adanya presensi yang menyeluruh, hanya kelompok yang maju akan mendapat paraf dari Guru sedangkan yang tidak menghadap tidak ada tindak lanjut lebih jauh yang jelas.
Telah disampaikan sebelumnya bahwa mekanisme pembelajaran dengan sistem ini adalah siswa (kelompok) yang kiranya sudah siap (sudah mempersiapkan diri dengan belajar) akan menghadap Guru pembimbing untuk memperoleh materi. Jika berupa kelompok maka kompetensi masing – masing anggota harus sama (homogen), kelompok tersebut berlaku selama pencapaian materi masing – masing anggotanya masih setara, ketika ada anggota kelompok yang tertinggal (misalnya karena tidak masuk) dia otomatis keluar dari kelompok tersebut dan menggabungkan diri ke kelompok yang pencapaian materinya sama (setara) dengannya, jika memang tidak ada maka dia menghadap Guru sendirian (individual). Jadi bisa dikatakan dengan sistem ini sangat berlaku sistem kompetisi (perlombaan), tentunya dalam hal pencapaian materi individu peserta didik. Anak yang dengan tekun belajar akan mudah untuk menyelesaikan materi setiap mata pelajaran, karena banyak sedikitnya materi yang diberikan Guru sesuai dengan intelegensi dan pemahaman peserta didik. Di sinilah keistimewaan sistem moving class, dimana klasifikasi siswa (dalam setiap mata pelajaran) tidak dilihat dari kelasnya tetapi dari pencapaian materinya. Maka kelas disini hanya sebagai pengelompokan siswa menurut tahun masuknya. Jadi untuk siswa yang memang mampu mengejar materi ia dapat mempeljari materi yang sebenarnya untuk jenjang di atasnya. Dengan begitu ada sistem akselerasi, yaitu percepatan anak dalam menempuh materi. Dengan begitu anak dapat menempuh pendidikan pada kedua Madrasah ini selama 4 tahun yang pada umumnya selama 6 tahun. Atau satu jenjang madrasah saja misalnya untuk MTs 2 tahun dan MA 2 tahun. Dengan adanya program akselerasi tersebut masing – masing peserta didik akan termotivasi untuk mengejar materi sehingga akan ada semacam kompetisi (perlombaan) dengan orientasi dapat dengan cepat selesai.
Sistem ini adalah murni diambil dari sistem pembelajaran pesantren yang ada, yaitu PPSM II. Adapun sistem tersebut diterapkan tidak lain bertujuan untuk mempertahankan eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan islam di era modern ini. hal tersebut mempertimbangkan dimana banyak diantara pesantren – pesantren salaf yang mati karena minimnya minat masyarakat terhadap lembaga pendidikan kuno. Dengan tidak mengurangi substansi kajian dan unsur – unsur penting dalam pesantren, tiga lembaga pendidikan islam, PPSM II, MTs – MA Yajri berusaha untuk mengembangkan masyarakat islam khususnya dan memenuhi kebutuhan peserta didik dalam IPTEK dengan diimbangi IMTAQ.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa PPSM II, dan MTs – MA Yajri merupakan tiga lembaga pendidikan islam yang melakukan pengajaran agama maupun umum dan berusaha untuk memenuhi tuntutan dan tantangan zaman di era modern dengan tidak meninggalkan unsur – usur terpenting dalam agama islam. Dengan orientasi untuk mencetak generasi penerus yang mampu bersaing dan tetap tidak mengesampingkan pendidikan agama islam itu sendiri, 3 (tiga) lembaga ini berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan dan zaman sekarang.
B. Saran
Setelah mempelajari berbagai masalah di atas, telah diketahui bahwa pembelajaran pada PPSM II, MTs – MA Yajri masih dalam proses penyempurnaan. Oleh karena itu, masih ada beberapa kelemahan yang menjadi kendala kurang efektifnya pembelajaran pada lembaga pendidikan tersebut. Terutama dalam sistem pengawasan peserta didik, sistem sorogan dan moving class lemah dalam hal ini. Masalah tersebut berkaitan dengan tingkat kesadaran dan motivasi peserta didik. Apabila setiap individu peserta didik memiliki kesadaran yang tinggi dan motivasi terhadap setiap pentingnya mata pelajaran yang dipelajari. Untuk mengembangkan kesadaran serta memicu motivasi peserta didik sebaiknya selalu diadakan kompetisi – kompetisi atau seminar berkaitan dengan mata pelajaran yang diselenggarakan. Hal tersebut akan membuat anak akan lebih tertarik untuk mempelajari mata pelajaran terkait.
Permasalahan lain yaitu berkaitan dengan ketertiban peserta didik dalam KBM yang kurang terkontrol, dimuka telah disebutkan bahwa permasalaan tersebut salah satu faktor utamanya yaitu kurang ekstranya presensi yang berlaku. Untuk menangani hal itu dapat dengan cara memaksimalkan kinerja Guru Pamong yang telah ada untuk senantiasa mengontrol, mengawasi, serta menindak lanjuti peserta didik yang kurang aktif dalam KBM.

2 comments:

  1. Semoga blog anda semakin ok,.......thaks' telah join di bloge wong jaranan magelang....:))

    ReplyDelete
  2. metode sorogan .... http://sazmgl.blogspot.com/2010/12/metode-sorogan.html

    ReplyDelete

tolong tinggalkan coment yach.....